Senin, 26 Desember 2011

Perempuan Pemintal Benang dalam QS AnNahl ayat 92

"Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat menjadi cerai-berai kembali, kamu menjadikan sumpah (perjanjian)mu sebagai alat penipu di antaramu, disebabkan adanya golongan yang lain lebih banyak jumlahnya dari golongan yang lain. Sesungguhnya Allah hanya menguji kamu dengan hal itu. Dan sesungguhnya di hari kiamat akan dijelaskanNya kepadamu apa yang dahulu kamu perselisihkan itu"
     Jika ditilik dari asbabun nuzul-nya, turunnya ayat ini disebabkan oleh kegentaran umat muslim ketika melihat jumlah pasukan Kaum Quraisy yang jauh lebih banyak saat berperang (Tapi, mohon maaf karena keterbatasan memori saya lupa perang yang mana). Namun, saya tidak ingin menceritakan tentang peperangan itu saat ini. Ada hal yang menurut saya cukup menarik untuk dibahas dari ayat di atas, yaitu kisah tentang seorang perempuan pemintal benang yang hobinya selalu menguraikan benang yang sudah dipintalnya kuat-kuat.
     Alkisah seorang perempuan yang nyaris menjadi "perawan tua" karena tidak kunjung dinikahi oleh laki-laki manapun. Namanya Rithah al-Hamqa dari Bani Ma'zum. Jika dilihat-lihat--sekalipun saya tidak pernah benar-benar melihatnya--Rithah tidak jelek-jelek amat, bahkan dia cenderung cantik jelita dan kaya raya. Sehingga, cukup aneh jika dia tidak kunjung menikah sampai usianya nyaris expired. Keheranan itu juga yang selalu muncul dalam diri Rithah setiap kali mematut-matut wajahnya di cermin hingga nyaris frustasi.
     "Oh, Ibu, Usiaku sudah lanjut, namun mengapa belum datang seorang pemuda meminangku? Apakah aku akan menjadi perawan seumur hidup?" iba Rithah suatu hari kepada Ibunya.
     Melihat kesedihan anaknya, Sang Ibu berupaya dengan segala macam cara agar Rithah bisa segera bertemu dengan jodohnya. Alih-alih berdoa lebih khusyuk kepada Allah, Sang Ibu lebih memilih mendatangi dukun-dukun. Namun, janji manis para dukun tidak membuahkan hasil. Jangankan laki-laki yang melamar, yang sekadar menggoda saja tidak ada.
     Rithah pun semakin tenggelam dalam kesedihannya dan lebih banyak menghabiskan harinya dengan melamun meratapi nasibnya di rumah. Tanpa diduga, setelah lama menanti seorang bibinya datang ke rumah bersama seorang laki-laki muda yang tampan. Akhirnya, Rithah yang sudah paruh baya pun menikah dengan pemuda tampan itu. Hatinya berbunga-bunga.
     Namun,semua tampak indah awalnya. Sang pemuda tampan dan miskin itu ternyata tidak lebih dari seorang cowo matre yang menginginkan harta Rithah. Ibarat kisah drama, pemuda itu pun kabur setelah berhasil mendapatkan apa yang diinginkan dan meninggalkan Rithah yang patah hati. Hidupnya pun seolah kembali ke titik awal, namun kali ini lebih menyedihkan. 
     Untuk mengubur kisah sedihnya itu, Rithah pun membeli benang dalam jumlah yang sangat banyak dan memintalnya. Alih-alih menjadikan hasil pintalannya itu sebagai pakaian yang indah, Rithah justru mencerai-beraikannya kembali sebagai pelampiasan kesedihan. Begitu seterusnya hingga akhirnya kisah ini diabadikan dalam Q.S. An Nahl ayat 92.
     Sebelum mengetahui kisah ini, saya berpikir "perempuan pemintal benang yang kemudian mencerai-beraikan pintalannya" itu adalah lambang kesia-siaan. Namun, lebih daripada itu Allah ingin memberikan pelajaran kepada  kita bahwa hanya kepada Allah kita boleh berharap, karena harapan yang ditujukan kepada dzat selain Allah, entah itu manusia, hewan, atau apapun hanya akan membuahkan kekecewaan seperti halnya Rithah al-Hamqa. Subhanallah, Maha Benar Allah dengan segala firmannya. 

Sumber:
Abdullah, Mas Udik. Teman dalam Penantian. hlm 128 - 131. 2010. Yogyakarta: Pro-U Media

Tidak ada komentar:

Posting Komentar